1. KEBIJAKAN SELAMA
a. Periode 1966-1969
KEBIJAKAN PEMERINTAH TAHUN 1966 - 1969
Rencana : pembangunan nasional semesta berencana (PNSB) 1961-1969.
“Manfesto Politik 1960” untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dengan azas ekonomi terpimpin.
Faktor yang menghambat/ kelemahannya antara lain :
1) Rencana ini tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi yang lazim.
2) Defisit anggaran yang terus meningkat yang mengakibatkan hyper inflasi.
3) Kondisi ekonomi dan politik saat itu: dari dunia luar (Barat) Indonesia sudah di asingkan karena sikapnya yang konfrontatif. Sementara di dalam negeri pemerintah selalu mendapat omongan dari golongan kekuatan politik “kontra-revolusi”
MASA STABILISASI DAN REHABILITASI (1966 – 1968)
Masalah yang dihadapi
Menanggapi masalah ekonomi yang kini dengan tajam disoroti oleh MPRS, maka Prof. Dr. Widjojo Nitisastro dalam percakapan dengan wartawan Kompas menyatakan, bahwa sumber pokok kemerosotan ekonomi ialah penyelewenangan pelaksanaan UUD 1945. sebagai misal pasal 33 yang selama beberapa tahun ini dengan sengaja atau tidak telah didesak oleh landasan-landasan ideal yang lain.
periode stabilisasi dan rehabilitasi sesuai dengan masalah pokok yang dihadapi, yaitu:
a) Meningkatnya inflasi yang mencapai 650% pada tahun 1965
b) Turunnya produksi nasional di semua sector
c) Adanya dualisme pengawas dan pembinaan perbankan.
Rencana dan Kebijaksanaan Ekonomi
Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang : Pembaharuan kebijaksanaan landasan ekonomi, keuangan dan pembangunan, tertanggal 5 Juli 1966, antara lain menetapkan :
(1) Program stabilisasi dan rehabilitasi : 1966 – 1968 (jangka pendek)
· Skala Prioritasnya
a) Pengendalian inflasi
b) Pencukupan kebutuhan pangan
c) Rehabilitasi prasarana ekonomi
d) Peningkatan kegiatan ekspor
e) Pencukupan kebutuhan sandang
· Komponen Rencananya
a) Rencana fisik dengan sasaran utama :
1. Pemulihan dan peningkatan kapasitas produksi (pangan, ekspor dan sandang)
2. Pemulihan dan peningkatan prasrana ekonomi yang menunjang bidang-bidang tersebut.
b) Rencana Moneter dengan sasaran utama :
1. Terjaminnya pembiayaan rupiah dan devisa bagi pelaksanaan rencana fisik
2. Pengendalian inflasi pada tingkat harga yang relatif stabil sesuai dengan daya beli rakyat.
· Tindakan dan Kebijaksanaan Pemerintah
a) Tindakan pemerintah “banting stir” dari ekonomi komando ke ekonomi bebas demokratis; dari ekonomi tertutup ke ekonomi terbuka; dari anggaran defisit ke anggaran berimbang. (Mubyarto, 1988).
b) Serangkaian kebijaksanaan Oktober 1966, Pebruari 1967 dan Juli 1967 antara lain :
1. Kebijaksanaan kredit yang lebih selektif (penentuan jumlah, arah, suku bunga)
2. Menseimbangkan/ menurunkann defisit APBN
3. Mengesahkan / memberlakukan undang – undang :
a) UU Pokok Perbankan No.14/ 1967
b) UU Perkoperasian No. 12/ 1967
c) UU Bank Sentral No. 13/ 1968
d) UU PMA tahun 1967 dan PMDN tahun 1968
e) Membuka Bursa Valas di Jakarta 1967
(2) Program Pembangunan dimulai tahun 1969/ 1970 jangka panjang)
Ø Skala Prioritasnya
1. Bidang pertanian
2. Bidang prasarana
3. Bidang industri/ pertambangan dan minyak
Ø Jangka waktu dan strategi pembangunan
1. Pembangunann jangka menengah terdiri dari pembangunan Lima Tahun (PELITA) dan dimulai dengan PELITA I sejak tahun 1969/ 1970
2. Pembangunan Jangka Panjang dimulai dengan pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT – I) selama 25 tahun, terdiri dari :
A. PELITA I 69 / 70 = 73 / 74
Periode Pelita I Dimulai dengan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1970, mengenai Penyempurnaan Tata Niaga Bidang Ekspor dan Impor dan Peraturn Agustus 1971, mengenai Devaluasi Mata Uang Rupiah Terhadap Dolar, dengan sasaran pokoknya adalah :
Kestabilan harga bahan pokok,
Peningkatan Nilai Ekspor
Kelancaran Impor
Penyebaran Barang di Dalam Negeri.
Titik berat pada sektor pertanian dan industri yang menunjang sektor pertanian.
B. PELITA II 74/75 – 78/79
Kebijaksanaannya mengenai Perkreditan.
- mendorong para eksportirØ kecil dan menengah,
- mendorong kemajuan pengusaha kecil atau ekonomi lemah dengan produk Kredit Investasi Kecil (KIK).
Kebijaksanaan Fiskal,
- Penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankanØ daya saing komoditi ekspor di pasar dunia untuk menggalakkan penanaman modal asing dan dalam negeri guna mendorong Investasi Dalam Negeri. Kebijaksanaan 15 November 1978,
- Menaikkan hasil produksi nasional,
- menaikkan daya saing komoditi ekspor yang lemah karena adanya inflasi yang besarnya rata-ratanya 34 % akibatnya kurang dapat bersaing dengan produk sejenis dari Negara lain dan adanya resesi dan krisis dunia pada tahun 1979.
Titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri pengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
C. PELITA III 79/80 – 83/84
- Paket Januari 1982
Tatacara pelaksanaan Ekspor-Impor dan Lalu lintas devisa. Diterapkan kemudahan dalam hal pajak yang dikenakan terhadap komoditi ekspor, serta kemudahan dalam hal kredit untuk komoditi ekspor.
- Paket Kebijaksanaan Imbal Beli (Counter Purchase)
Keharusan eksportir maupun importer uar negeri untuk membeli barang-barang Indonesia dalam jumlah yang sama.
- Kebijaksanaan Devaluasi 1983,
yakni Dengan menurunkan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang dolar dari Rp 625/$ menjadi Rp 970/$ dengan harapan gairah ekspor dapat meningkat sehingga permintaan Negara menjadi lebih banyak dan komoditi impor menjadi lebih mahal karena diperlukan lebih banyak rupiah untuk mendapatkannya.
D. PELITA IV 84/85 – 88/89
- Kebijaksanaan INPRES No. 4 Tahun 1985, dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan ekspor non-migas.
- Paket Kebijaksaan 6 Mei 1986 (PAKEM), dikeluarkan dengan tujuan untuk mendorong sector swasta di bidang ekspor maupun di bidang penanaman modal.
- Paket Devaluasi 1986, ditempuh karena jatuhnya harga minyak di pasaran dunia yang mengakibatkan penerimaan pemerintah turun. o Paket Kebijaksanaan 25 Oktober 1986, merupakan deregulasi di bidang perdagangan, moneter dan penanaman modal dengan melakukan Penurunan Bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku, proteksi produksi yang lebih efisien, kebijaksanaan penanaman modal.
- Paket Kebijaksaan 15 Januari 1987, melakukan peningkatan efisiensi, inovasi dan produktivitas beberapa sector indutri dalam rangka meningkatkan ekspor non-migas. o Paket Kebijaksanaan 24 Desember 1987 (PAKDES), melakukan restrukturisasi bidang ekonomi.
- Paket 27 Oktober 1988, Kebijaksanaan deregulasi untuk menggairahkan pasar modal dan menghimpun dana masyarakat guna biaya pembangunan.
- Paket Kebijaksanaan 21 November 1988 (PAKNOV), melakukan deregulasi dan debirokratisasi di bidang perdagangan dan hubungan Laut.
- Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (PAKDES), memberikan keleluasaan bagi pasar modal dan perangkatnya untuk melakukan aktivitas yang lebih produktif.
Titik berat pertanian (melanjutkan swasembada pangan) dengan meningkatkan industri penghasil mesin-mesin.
E. PELITA V 89/90 – 93/94
Sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dengan meningkatkan sektor industri penghasil komoditi ekspor, pengolah hasil pertanian, penghasil mesin-mesin dan industri yang banyakk menyerap tenaga kerja.
PELITA V meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan selanjutnya. (Suroso, 1994). • Periode Pelita V Lebih diarahkan kepada pengawasan, pengendalian dan upaya kondusif guna mempersiapkan proses tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua.
2. KEBIJAKAN MONETER
Kebijaksanaan Moneter adalah kebijaksanaan pemerintah melalui Bank sentral untuk mempengaruhi.
A. Kualitatif : mempengaruhi nilai jumlah uang yang beredar secara tidak langsung melalui bujukan moral kepada pelaku moneter agar jangan berspekulasi dengan uang yang dapat mengakibatkan jumlah uang tidak stabil.
B. Kuantitatif : Mempengaruhi nilai dan jumlah uang secara langsung.
1. Kebijakan pasar terbuka
2. Kebijakan Diskonto
3. Kebijkan kas ratio
4. Kebijakkan uang longgar
5. Kebijakan uang ketat
3. KEBIJAKAN FISKAL
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan pemerintah mengenai pengeluaran dan penerimaan Negara
A. Aspek kuantitatif : mengenai jumlah uang yang akan di belanjakan
B. Aspek Kualitatif : mencakup skala prioritas dalam pembelanjaan
Cara yang di tempuh dalam menjalankan kebijaksanaan fiskal :
A. Penciptaan uang baru
- Mengadakan pinjaman bank sentral
- Bank sentral member kredit pada pemerintah.
B. Melakukan pinjaman
- Mengeluarkan surat-surat berharga dan menawarkan ke masyarakat dalam negeri dan masyarakat luar negeri.
4. KEBIJAKAN FISKAL MONETER DI SEKTOR LUAR NEGERI
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak.
5. KEBIJAKAN SUBSIDI BBM
Menurut saya kebijakan subsidi bbm di Indonesia belum lah efektif, karena pada setiap pergantiaan pemerintahan, selalu saja ada fluktuasi naik turunnya harga bbm itu sendiri. dan belum lah cukup subsidi bbm yang di berikan kepada masyarakat secara maksimal . karena masih saja berdampak pada perekonomian itu sendiri yang sebagian masyarakatnya kelas menengah dan bawah. Apalagi subsidi bbm yang sekarang ini akan di kurangi, sehingga harga bbm pun akan naik. Seperti yang akan di ajukan sekarang ini tentang kebijakan kendaraan mobil yang kapasitasnya 1.500cc tidak di bolehkan menggunakan bbm bersubsidi. seharusnya pemerintah mengambil langkah yang lebih bijak dan memikirkan kepentingan bersama, agar rakyat indonesia bisa makmur.